Nama : Mutia Handayani
NPM : 35412173
Kelas : 1IDO1
ZAMAN PERTENGAHAN
Peradaban zaman pertengahan menduduki tempat
tersendiri dalam sejarah. Dengan berakar pada peradaban-peradaban
Yunani-Romawi,Byzantium, dan Arab, dasar-dasar atau fondasi Peradaban Zaman
Pertengahan memang benar-benar diletakan oleh kreator-kreator peradaban. Anasir
spiritual berasal dari kebenaran-kebenaran agama Kristen.
Negara masyarakat di Eropa Barat lama mengalami banyak berbagai bencana
akibat runtuhnya Kekaisaran Romawi. Aktivitas ekonomi merosot, negara-negara
kota lama terus-menerus lenyap satu demi satu. Kehidupan semakin
terkonsentrasikan di pedesaan, dan bertumpu pada sector pertanian. Ekonomi uang semakin tergeser oleh ekonomi domestic atauekonomi pertanian. Karena aktivitas jual beli rendah, bahan-bahan makanan dan
barang-barang manufaktur rendah pula nilainya. Masing-masing wilayah
mengembangkan semua atau hampir semua yang dibutuhkan penduduknya. Begitulah
gambaran selintas masyarakat di Spanyol, Gaul, Italia, dan kawasan Rhein.
Jamaah Gereja, dalam kehidupan pedesaan
Zaman Pertengahan jemaah gereja muncul dan berkembang dengan mudah. Menjelang
abad X hal ini diakui sebagai bagian tak terpisahkan dari tata sosial feodalisme.
Para tuan tanah menyediakan sebagian tanahnya untuk gereja serta untuk
kebutuhan hidup sehari-hari para pendeta setempat. Dimana-mana gereja dan
pelataran gereja menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangunan-bangunan
milik para tuan tanah. Kekuasaan dan pengaruh para tuan tanah yang begitu
besar itu selanjutnya membawa implikasi tersendiri dalam mekanisme birokrasi
gereja. Karena begitu berpengaruhnya llalu seakan-akan memiliki hak untuk
mengajukan seseorang kepada uskup agar diangkat sebagai pendeta yang
ditempatkan di daerah mereka. Dengan demikian pendeta gerja local itu boleh
dikatakan adalah “orang”-nya tuan tanah.
Organisasi keuskupan, lingkup kerja seorang uskup
meliputi banyak kesatuan wilayah jemaah gereja, dan ini disebut diocese atau keuskupan. Suatu jajaran
pembantu uskup dibentuk untuk mengawasi masing-masing unit jemaah. Hal ini
memang membutuhkan biaya yang mahal, tetapi tidak menjadi masalah karena gereja
menerima sumbangan atau tenaga pengolah tanah di masing-masing wilayah. Pemasukan
dari tanah itulah yang kemudian untuk merawat gereja, serta membiayai
organisasi yang dibentuk untuk mengawasi kehidupan keagamaan di wilayah
keuskupannya. Ini berarti manajemen keuskupan sangat tergantung pada ekonomi
domestic atau ekonomi agrarian.
Sisa-sisa kekafiran dan ketakhayulan,
sebagaimana diketahui, gereja Kristen lahir di dalam masyrakat yang telah
memiliki tradisi keagamaannya sendiri selama berabad-abad. Itu berarti
ajaran-ajaran meresap ke dalam kesadaran mereka, dan termanifestasikan dalam
perilaku sehari-hari mereka. Itulah sebabnya semenjak semula agama
Kristen berjuang keras menyebarkan ajaran-ajaran etika praktis serta sikap
hidup tertentu terhadap dunia. Sebelum Maklumat Milan (the Edict of Milan)
diumumkan (313), umat Kristen merupakan kelompok minoritas yang senantiasa
hidup di bawah kecemasan dan ketakutan. Namun sesudah maklumat itu diumumkan.
Kristen menjadi agama istimewa, dan berbondong-bondonglah orang untuk
memeluknya, karena itulah jalan terbaik untuk menyelamatkan atau malah
meningkatkan status mereka di dalam masyarakat. Pada awal Zaman Pertengahan ,
setiap orang yang hidup di Kekaisaran Romawi adalah pemeluk agama Kristen,
karena wajib mengikuti pembaptisan. Gereja menjadi bersifat Katholik, artinya
universal atau ada di mana-mana. Pada Zaman Pertengahan , praktek-praktek ilmu
sihir itu antara lain tampak pada cara-cara orang Jerman membuktikan kesalahan
seseorang yang dituduh telah melakukan kejahatan. Tertuduh membuktikan diri
tidak bersalah setelah mengalami serangkaian penyiksaan. Ada banyak orang-orang
Kudus, yang sebagian besar memang tokoh historis. Namun, dalam banyak hal
cerita-cerita itu bercampur dengan ketakhayulan. Salah satu contohnya adalah
dipakainya sepatu bekas milik St.Cuthbert, yang semasa hidup menjadi uskup
Lindisfarne, untuk melakukan penyembuhan penyakit secara gaib.
Konversi orang-orang Barbar Jerman,
sepanjang Zaman Pertengahan terjadi banyak konversi orang-orang barbar.
Suku-suku Jerman yang terkenal penganut kuat kepercayaan lama mereka satu demi
satu pindah ke agama Kristen. Banyak suku-suku jerman yang sudah menyatakan
diri masuk Kristen abad IV seperti Visigoth, Ostrogoth, Vandal, Burgundia, dan
Lombardia.
Konversi orang-orang Frank, sering berpindahnya seluruh warga
warga suatu suku ke agama Kristen adalah karena mengikuti raja atau kepala suku
tersebut. Satu contoh yang menarik adalah yang terjadi pada Clovis, Raja
orang-orang Frank. Karena mengalami tekanan berat selama peperangan dengan
Alamanni pada 496, ia takut akan mengalami kekalahan total. Isterinya, St.
Clotilda, telah sering membujuknya untuk menjadi seorang Kristen. Ia piker ia
akan meraih kemenangan jika menjadi seorang Kristen. Alemanni pun kalah dan
Clotilda memohon St. Remi, Uskup di Reims, untuk membaptis Clovis.
Konversi orang-orang Anglo, Saxon, dan Jute,
suku-suku Jerman yang berdiam di Britania selama abad V masih tetap kafir.
Agama Katholik baru masuk ketika datang missi St. Augustinus dari Centerbury
pada 597.
Konversi orang-orang Northumbria, kaum barbar sangat terkesan
akan kepastian ajaran Kristen. Mereka dibikin resah tentang tujuan akhir
manusia, dan doktrin tentang kebangkitan kembali. Hal ini dilukiskan dalam
sebuah cerita dalam catata Bede tentang konversi Raja Edwin dari Northumbria
pada 627. Coifi, kepala urusan agama sangat berhasrat akan adanya perubahan
karena, menurutnya, ia tak merasakan suatu kekayaan rohaniah dengan menyembah
dewa-dewi lama.
Konversi orang-orang Kelt, dibandingkan dengan
orang-orang Northumbria, orang-orang Kelt yang berada di Britania, Skotlandia,
Irlandia lebih dahulu masuk Kristen. Upaya pengkonversian pertama terhadap
mereka di lakukan oleh St. Patrick (†461). Ia lahir di Britania. Ketika
berusia enam belas tahun, ia ditangkap dan dijual sebagai budak di Irlandia. Ia
mampu meloloskan diri dari tuan-tuannya dan kemudian selama bertahun-tahun
tinggal di biara di Gaul Selatan. Pada 431 ia kembali ke Irlandia dan mulai
melakukan tugas-tugas missionarisnya. Selama tiga puluh tahun ia melakukan
perjalanan mengelilingi Irlandia mewartakan Injil. Atas segala keberhasilan
misinya itulah kemudian ia dianggap sebagai santo Irlandia.
Konversi orang-orang Slav, kristenisasi orang-orang Slav
baru terjadi pada abad pertengahan abad IX. Missionaries-missionaris awal
antara lain adalah St. Cyril (†869) St.
Methodius (†885), dua bersaudara dari Thessalonika, Yunani. Kedua missionaries
itu memang sengaja diundang oleh penguasa Moravia untuk menyebarkan ajaran
Kristen di kalangan orang-orang Slav. Dengan fasih mereka mewartakan Injil
dalam bahasa Slav, yang adalah bahasa Yunani yang telah diadaptasikan ke dalam
bahasa Slav asli.
Eropa
telah menjadi wilayah Kristen, kecuali bebeaoa daerah suku terbelakang di
sekitar Laut Baltik. Suku-suku seperti Finn dan Lithuania selama beberapa abad
kemudian tetap bertahan dengan paganisme mereka. Proses konversi semua suku
bangsa yang terbentang dari pulau-pulau di lepas pantai Skotlandia hingga daratan
luas di Rusia adalah merupakan suatu bab tersendiri dalam sejarah. Gereja yang
praktis telah merambah semua suku bangsa di Eropa menjadi lembaga yang sangat
berperan dalam pembentukan corak kehidupan manusia. Melalui doktrin-doktrinnya
tentang kehidupan dan segala permasalahannya, Gereja benar-benar menjadi
lembaga sentral yang menentukan bentuk peradaban Eropa. Karya para
missionaries, biarawan, dan pejabat gereja mendapat tempat yang penting dalam
sejarah peradaban.
St.
Benedictus dan Peraturannya, perbiaraan Benedictus
memainkan peran penting dalam proses transformasi kaum barbar menjadi umat
Kristen yang lebih beradab. St. Bene-dictus (480-557), lahir dekat Spoleto,
Italia tengah, dalam usia tujuh belas tahun pergi meninggalkan orangtuanya. Ia
memilih hidup seperti seorang pertapa, yang ia jalani di tengah rimba Subiacco.
Petuah-petuah sucinya tersiar luas. Akhirnya, pada tahun 528, ia menarik diri
dari pertapaannya di Subiacco untuk mendirikan biara di Monte Cassino, yang
terletak di tengah-tengah antara Roma dan Napoli.
St.
Benedictus menerapkan aturan tersendiri. Maksud diterapkannya aturan yang
khusus ini hanyalah untuk mengorganisasikan suatu biara tempat para biarawan
hidup dengan tata cara yang umum berlaku, melakukan pekerjaan dan
kebaktian bersama. Telah banyak pujian terhadap kontibusi Ordo St. Benedictus
dalam bidang sosial, ekonomi, dan intelektual. Namun, kontibusinya dalam
aspek-aspek keagamaan boleh dikatakan kurang mendapat perhatian. Memang benar
bahwa para biarawan telah membabat hutan, mengeringkan rawa-rawa, menanam
pohon-pohon dan mengembakan peternakan, serta meningkatkan kesuburan tanah
dengan metode-metode pertanian yang cermat.
Kesusastraan
pada Zaman Pertengahan, pada dasarnya umat Kristen
tak memiliki pertautan apa pun dengan karya-karya klasik Yunani dan Romawi yang
politieistik dan mengandung gambaran yang tak senonoh tentang kehidupan para
dewa. St. Augustinus mengkhawatirkan kemungkinan timbulnya pengaruh buruk
dari karya-karya para penulis kafir itu. Kekhawatiran ini juga di rasakan oleh
umat Kristen pada umumnya. Umat Kristen barangkali boleh menolak sastra kafir.
Namun hal itu tak mungkin mereka lakukan tanpa juga menolak retorika,
filsafat dan ilmu pengetahuan yang pernah dihasilkan bahasa Yunani dan Romawi.
Para pemimpin gereja akhirnya juga mengambil alih retorika lama, dan
pengetahuan klasik menjadi bagian penting dari fondasi peradaban Zaman
Pertengahan.
Zaman
Kegelapan kata lain untuk menyebut Zaman Pertengahan. Ini periode zaman
para santo, dengan segala kepercayaan naïf tentang keajaiban mereka. Bentuk
khas kesusasteraan yang lazim pada periode ini adalahhagiograf , atau kisah-kisah para santo. Banyak dari kisah-kisah semacam ini
sebagian baik sebagian fiksi belaka, sebagian panjang sebagian pendek yang
telah disusun menjadi semcam antologi yang dikenal sebagai Acta Sanctorum, atau Kisah Para Santo.
Gregorius
Agung, Paus dari 590 hingga 604, adalah pemimpin gereja yang paling bersemangat
mendorong penulisan tentang kehidupan apra santo. Karyanya sendiri yang
berjudul Dialogoues, yang ditulis untuk menyenangkan umat Kristen, penuh dengan
berbagai ceritaq keajaiban untuk membenarkan ajaran Kristen. Gregorius memang
seorang pengkhotbah dan sekaligus penulis besar. Empat puluh dari kumpulan
khotbah-khobahnyaq, yakni Homillies, masih bertahan. Karya lain Gregorius, yakni Magna Moralia, merupakan komentar atau
catatan terhadap Kitab Job. Karya ini menjadi fondasi teologi selama Zaman
Pertengahan.
Tokoh
Zaman Pertengahan yang lain yang tidak boleh diabaikan adalah Boethius.
Ia lahir di Roma, dan berasal dari golongan aristocrat. Ia hidup di bawah Raja
Theodorik(†526), yang mendirikan kerajaan Ostrogoth di Italia. Boethius menaruh
minat besar terhadap pengetahuan klasik, baik Yunani maupun Romawi. Meskipun
Boethius banyak menulis nbuku-buku tentang aritmatika dan music, ia sebenarnya
lebih berminat pada karya-karya Plato dan Aristoteles, yang kemudian banyak ia
terjemahkan. Terjemahannya atas karya-karya Aristoteles seperti Categories dan De Interpretations berperan penting dalam
pengembangan kehidupan intelektual di Barat.
Selain
Boethius, tokoh lainnya lagi yang perlu diperhatikan adalah Cassiodorus (†583).
Ia asli orang Italia selatan. Seperti Boethius, ia sangat berpengaruh dalam
penyelenggaraan pendidikan pada zaman pertengahan. Ia mencoba mendirikan sebuah
sekolah teologi di Roma. Namun gagasan ini praktis sulit direalisasikan karena
peperangan yang destruktif dan berkepanjangan antara Justinianus dan
orang-orang Ostrogoth. Hal ini mendorongnya untuk untuk meninggalkan tanah
leluhurnya, dan kemudian mendirikan biara di Vivarium. Motivasi utamanya adalah
agar para biarawan benar-benar menjadi ahli kitab yang mampu menjelaskan
teks-teks suci dalam Injil
Ilmu
Pengetahuan, selama Zaman kegelapan pengetahuan ilmiah relative tidak
mendapat tempat. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari merosotnya
penyelidikan ilmiah Yunani dan pupusnya institusi-institusi ilmiah Romawi.
Orang tak lagi berminat melakukan observasi secara ilmiah saeperti yang
dilaukan Aristoteles.
Ilmu
Kedokteran, karena tidak tumbuhnya sikap kritis, ilmu kedokteran pada Zaman
kegelapan praktis tidak mengalami kemajuan. Ketika Kekaisaran Romawi mengalami disintegrasi,
pengetahuan kedokteran yang telah dikembangkan Hippocrates dan Galen
terabaikan. Hanya kadang-kadang saja cara yang lebih masuk akal digunakan. Di
Barat, pengetahuan kedokteran sangat tak berarti jika dibandingkan dengan
pengetahuan orang-orang Persia dan Yahudi pada masa kekhalifahan Ummayah dan
Abbasiyah, yang mengembangkan pengetahuan mereka langsung dari karya-karya
Galen. Sampai dengan abad XII, Eropa Kristen tak menjamah harta pengetahuan
klasik ini. Jelas kebudayaan Eroba barat pada periode ini teramat kecil
dibandingkan dengan kebudayaan Byzantium dan khususnya dunia Arab.