Nama : Mutia Handayani
NPM : 35412173
Kelas : 1ID01
Pengertian Negara
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara
juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang
berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara
independent.
Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki
wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya
adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat
dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah
tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai
kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.
Pengertian Negara Menurut Para
Ahli
Prof. Farid S.
Negara adalah Suatu wilayah merdeka yang mendapat pengakuan negara lain
serta memiliki kedaulatan.
Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman
di wilayah tertentu.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari
kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal
Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu
golongan atau bangsanya sendiri.
Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan
bersama atas nama masyarakat.
Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di
bawah suatu pemerintahan yang sama.
Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga
pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan
kehormatan bersama.
Pengertian
Bangsa
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan/atau sejarah. Mereka umumnya dianggap
memiliki asal-usul keturunan yang sama. Konsep bahwa semua manusia
dibagi menjadi kelompok-kelompok bangsa ini merupakan salah satu doktrin paling berpengaruh dalam sejarah.
Doktrin ini merupakan doktrin etika dan filsafat,
dan merupakan awal dari ideologi nasionalisme.
Pengertian Negara Menurut Para Ahli
Prof. Farid S.
Negara adalah Suatu wilayah merdeka yang mendapat pengakuan negara lain
serta memiliki kedaulatan.
Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah
berkediaman di wilayah tertentu.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari
kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal
Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu
golongan atau bangsanya sendiri.
Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan
bersama atas nama masyarakat.
Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di
bawah suatu pemerintahan yang sama.
Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga
pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan
kehormatan bersama.
Warga Negara
Pengertian Rakyat Negara
Rakyat pada suatu Negara meliputi semua orang
yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan Negara dan tunduk pada
kekuasaan Negara itu.
Pada permulaan rakyat dari suatu negara hanya
terdiri dari orang-orang dari satu keturunan yang berasal dari satu
nenek-moyang. Dalam hal ini factor yang terpenting adalah pertalian darah. Akan
tetapi wilayah Negara itu didatangi oleh orang-orang dari Negara lain yang
mempunyai nenek-moyang lain pula. Selain itu, factor tempat tinggal bersama
turut menentukan, apakah seseorang termasuk dalam pengertian rakyat dari Negara
itu.
Adapun orang-orang yang berada di wilayah suatu
Negara dapat dibagi atas: penduduk dan bukan penduduk.
Pengertian Penduduk
Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud
bertempat tinggal di wilayah Negara itu. Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia [Pasal 26 ayat 2, UUD 1945 (amandemen ke-2)].
Penduduk dapat dibagi atas:
1.
Penduduk warga Negara, dengan singkat disebut “warga Negara,”
dan
2.
Penduduk bukan warga Negara yang disebut “orang asing”.
Pengertian Warga Negara
Setiap Negara biasanya menentukan dalam UU
Kewarganegaraan siapa yang menjadi warga Negara dan siapa yang dianggap orang
asing. Warga Negara adalah seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai
warga Negara, di Indonesia kewarganegaraan itu diatur dalam UU No. 62 tahun
1958. Dalam UUD 1945 pasal 26 dinyatakan:
·
Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga Negara.
·
Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia (amandemen ke-2).
·
Hal-hal mengenai warga Negara dan penduduk diatur dalam
undang-undang.
Sedangkan menurut
Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia (UUKI) 2006, yang dimaksud dengan warga
Negara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Menurut UUKI 2006 (Pasal 4, 5, dan 6) mereka yang
dinyatakan sebagai warga Negara Indonesia adalah:
·
Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan/atau berdasarkaan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan lain
sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga Negara Indonesia (WNI)
·
Anak yang lahir dari perkawinan Yang sah dari seorang ayah dan
ibu warga negara Indonesia.
·
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
Negara Indonesia dan ibu warga Negara asing.
·
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
Negara asing dan ibu warga Negara Indonesia.
·
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum
Negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
·
Anak yang lahir dalam tenggang waktu tiga ratus (300) hari
setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga
Negara Indonesia.
·
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu
warga Negara Indonesia
·
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu
warga Negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan
belas) tahun atau belum kawin.
·
Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
·
Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
·
Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia apabila
ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya.
·
Anak yang lahir di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari
seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari Negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutan.
·
Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selanjutnya,
Pasal 5 UUKI 2006 tentang Status Anak Warga Negara Indonesia menyatakan:
1.
Anak warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang
sah, sebelum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara
sah oleh ayahnya yang berkwarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga Negara
Indonesia.
2.
Anak warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun
diangkat secara sah sebagai anak oleh warga Negara asing berdasarkan penetapan
pengadilan tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia.
Sedangkan tentang pilihan menjadi warga Negara
bagi anak yang dimaksud pada pasal-pasal sebelumnya dijelaskan dalam Pasal 6
UUKI 2006, sebagai berikut:
1.
Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap
anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan
Pasal 5 berakibat anak berkwarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
2.
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan
melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
3.
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada Ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat tiga (3) tahun setelah anak
berusia delapan belas (18) tahun atau sudah kawin.
Hak dan Kewenangan Warga Negara
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat
Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama
lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk
menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan
di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa
memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan
republik Indonesia.
Contoh Hak Warga Negara Indonesia:
1.
Setiap warga negara berhak
mendapatkan perlindungan hukum
2.
Setiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3.
Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan
di dalam pemerintahan
4.
Setiap warga negara bebas
untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang
dipercayai
5.
Setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran
6.
Setiap warga negara berhak
mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7.
Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan
berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai
undang-undang yang berlaku
Hak–hak asasi manusia dan warga negara menurut UUD 1945 mencakup :
1. Hak untuk menjadi warga negara
(pasal 26)
2. Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum
(pasal 27 ayat 1)
3. Hak atas persamaan kedudukan dalam
pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
4. Hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat
2)
5. Hak bela negara (pasal 27 ayat 3)
6. Hak untuk hidup (pasal 28 A)
7. Hak membentuk keluarga (pasal 28 B
ayat 1)
8. Hak atas kelangsungan hidup dan perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi bagi anak (pasal 28 B ayat 2)
9. Hak pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 C ayat
1)
10.
Hak untuk memajukan diri (pasal 28 C ayat 2)
11.
Hak memperoleh keadilan hukum (pasal 28 d ayat 1)
12.
Hak untuk bekerja dan imbalan yang adil (pasal 28 D ayat 2)
13.
Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28 D
ayat 3)
14.
Hak atas status kewarganegaraan
(pasal 28 D ayat 4)
15.
Kebebasan memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya serta berhak kembali (pasal 28 E ayat 1)
16.
Hak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap sesuai denga hati nuraninya (pasal 28 E ayat 2)
17.
Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat
(pasal 28 E ayat 3)
18.
Hak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi (pasal 28 F)
19.
Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat
dan harta benda (pasal 28 G ayat 1)
20.
Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat manusia (pasal 28 G ayat 2)
21.
Hak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal 28 G ayat 2)
22.
Hak hidup sejahtera lahir dan
batin (pasal 28 H ayat 1)
23.
Hak mendapat kemudahan dan
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama (pasal 28 H ayat 2)
24.
Hak atas jaminan sosial
(pasal 28 H ayat 3)
25.
Hak milik pribadi (pasal 28 H ayat 4)
26.
Hak untuk tidak diperbudak (pasal 28 I ayat 1)
27.
Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
(pasal 28 I ayat 1)
28.
Hak bebas dari perlakuan diskriminatif (pasal 28 I ayat 2)
29.
Hak atas identitas budaya (pasal 28 I ayat 3)
30.
Hak kemerdekaan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan (pasal 28)
31.
Hak atas kebebasan beragama (pasal 29)
32.
Hak pertahanan dan keamanan
negara (pasal 30 ayat 1)
33.
Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1)
HAM (HAK ASASI
MANUSIA)
Deklarasi HAM Universal
|
Oleh: Hamid Awaludin
|
HARI itu, tahun 1948 di Kota San
Francisco-Amerika Serikat (AS), Charles Malik, ketua delegasi Lebanon di
Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan: "Kini, manusia kembali bisa
menyalakan api abadi peradaban, kebebasan, dan hukum."
Malik mengemukakan itu menjelang
penyusunan akhir naskah Deklarasi HAM Universal 1948, yang kelak
disetujui semua wakil bangsa yang hadir dalam sidang PBB mengenai HAM
(Morsink, Human Rights Quarterly 15, 1993). Malik adalah Ketua Komite
Draf Hak Azasi Manusia yang membawahi 17 wakil negara, dalam
sidang-sidang PBB yang khusus membahas Deklarasi HAM, yang diperingati
lahirnya tiap 10 Desember.
Deklarasi HAM Universal 1948 adalah
dokumen tertulis pertama tentang HAM yang diterima semua bangsa. Karena
itu, Majelis Umum PBB menyebut Deklarasi HAM Universal 1948 sebagai a
common standard of achievement for all peoples and nations (pencapaian
yang jadi standar bersama bagi semua orang dan bangsa). Sejumlah naskah
HAM tertulis memang pernah ada dan mendahului Deklarasi HAM Universal
1948. Magna Carta (Inggris, 1215), misalnya, telah berbicara tentang
jaminan kebebasan individu untuk tidak dipenjarakan sewenang-wenang. Ia
sudah berbicara tentang jaminan peradilan yang bebas dan fair. Bill of
Rights tahun 1689 juga berbicara tentang hak-hak memilih secara bebas,
kebebasan berbicara, dan hak untuk bebas dari penganiayaan Declaration of
Rights 14 Oktober 1774, mengilhami Declaration of Independence Thomas
Jefferson di AS yang juga telah berbicara tentang jaminan perlindungan
untuk hidup, kebebasan, dan kebahagiaan. Namun, rentetan naskah itu belum
menjadi naskah yang diterima secara universal (Robertson and Merrills,
1992).
Deklarasi HAM Universal 1948
diadopsi lewat Resolusi PBB No 217 (III) tahun 1948. Deklarasi HAM
Universal 1948 dilahirkan di tengah reruntuhan peradaban manusia akibat
Perang Dunia II dan kebrutalan monster-monster kemanusiaan, semisal
Hitler, Mussolini, dan Jepang di Asia Pasifik. Selain itu, awal
berlangsungnya perang dingin yang membuat polarisasi dunia yang kian
menajam dan mengorbankan HAM, memicu semangat untuk membuat instrumen
perlindungan HAM, yang kini kita kenal sebagai deklarasi HAM.
Sejalan dengan itu, PD II yang
berahir tahun 1945, mengilhami dan memicu semangat dekolonisasi,
khususnya di Asia dan Afrika. Seluruh kejadian ini membulatkan tekad
warga dunia untuk membuat dataran yang bisa dipakai bersama guna
menegakkan prinsip-prinsip HAM.
Deklarasi ini disebut universal
karena perancangnya, secara geografis, mewakili kemajemukan etnis bangsa
di muka bumi. Peserta yang amat aktif, misalnya, Charles Malik (Lebanon),
Hernan Santa Cruz (Chili), Omar Loutfi (Mesir), PC Chang (Taiwan), Carlos
Romulo (Filipina), Housa Mehta (India), Bogomolov (Soviet), Davies
(Inggris), Roosevelt (AS), dan sebagainya.
Deklarasi ini juga dikategorikan
universal karena semua negara yang saat itu hadir, menerimanya sebagai
standar bersama pencapaian manusia guna melindungi martabat dan peradaban
manusia.
Sejarah proses pembuatan deklarasi
ditandai perdebatan sengit: apakah ia dibuat sebagai konvensi internasional
yang mengikat secara hukum, atau sekadar imbauan moral dengan status
deklarasi. Delegasi Cina, Soviet, AS, dan Yugoslavia, mengambil posisi,
dokumen itu hanya sebatas deklarasi. Dengan demikian, ia tidak mengikat
secara hukum.
Posisi yang menghendaki agar dokumen
ini jadi konvensi internasional dan mengikat secara hukum, disuarakan
Australia, Inggris, dan India. Mereka menghendaki agar tiap negara
langsung terikat dokumen ini agar bisa sesegera mungkin berbuat sesuatu
untuk melindungi martabat manusia, dan mencegah terulangnya tragedi
kemanusiaan yang melatari dilahirkannya deklarasi HAM universal. Dalam
kelompok ini, Inggris agak berbeda dengan lainnya, sebab kendati setuju
menjadikan deklarasi ini sebagai konvensi, Inggris tidak menghendaki
dicantumkannya hak-hak sosial dan ekonomi. Bagi Inggris, deklarasi ini
harus berfokus pada soal-soal politik, yang paling urgen saat itu.
Di antara dua posisi yang
bersilangan itu, Chili, Perancis, Mesir, dan Uruguai menempatkan diri di
tengah, dengan mengombinasikan deklarasi dengan konvensi. Kelompok ini,
khususnya Perancis, mengambil sikap itu dengan alasan pragmatis. Menurut
Perancis, dokumen HAM tidak perlu jadi konvensi karena konvensi bersifat
amat detail dan membutuhkan waktu lama untuk menyusunnya. Di saat yang
sama, umat manusia sudah amat membutuhkan adanya bingkai aksi dalam hal
penegakan martabat manusia. Sementara, deklarasi sudah siap dan bisa
cepat menyita perhatian publik internasional. Bagi kelompok ini, dokumen
HAM itu diterima dulu lalu dibuatkan konvensi nanti untuk menjabarkannya.
Selain perdebatan status dokumen,
masalah substansi juga menjadi agenda perdebatan amat sengit. Hak untuk
memperoleh pekerjaan misalnya, menyita waktu panjang. Ada negara
menghendaki dicantumkan bahwa tiap orang berhak memperoleh pekerjaan,
sementara negara-negara lain menentangnya. Hak kepemilikan, juga menjadi
perdebatan seru. Australia dan Inggris menghendaki agar hak kepemilikan
tidak usah dicantumkan, sementara China dan Chili berkeras memasukkannya.
Setelah perdebatan, semua peserta menyetujui, kedua hak itu dimasukkan
dalam naskah deklarasi.
Deklarasi yang memiliki 30 pasal
ini, secara garis besar, berbicara mengenai hak-hak dan jaminan agar tiap
individu bisa hidup dan tidak boleh ada satu orang pun yang leluasa membunuhnya
(life), tiap individu dijamin agar tidak ada individu lain yang
menyiksanya (no torture) dan kebebasan (liberty).
Untuk level operasional, Deklarasi
HAM Universal 1948 dapat dibagi dalam empat kelompok besar. Pertama,
penegasan prinsip yang menjadi fondasi dasar deklarasi ini bahwa tiap
orang lahir dengan kebebasan dan persamaan dalam hak dan martabat.
Kedua, prinsip kesamaan dan tidak
dibenarkan memberlakukan diskriminasi. Kelompok ini memberi kewajiban
kepada negara untuk melindungi dan menegakkan prinsip-prinsip itu.
Ketiga, kewajiban tiap individu di
masyarakat untuk menjalankan dan menegakkan HAM dan kebebasan. Keempat,
larangan bagi negara, kelompok, atau individu untuk berbuat sesuatu yang
bisa mencederai hak-hak dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi HAM
Universal 1948.
Khusus bagian mukadimah, deklarasi
ini berbicara tentang penegasan sikap dan pengakuan, martabat manusia
adalah sesuatu yang melekat, kesamaan derajat, dan hak-hak yang melekat
adalah pilar utama kebebasan, keadilan, dan perdamaian. Tanpa penghargaan
atas prinsip-prinsip itu, bencana atau tragedi kemanusiaan tetap akan
terus berlanjut.
Kendati deklarasi ini hanya singkat,
ternyata cakupan soal yang dilindunginya cukup besar. Bahkan, ada hal-hal
yang dicantumkan deklarasi tetapi tidak ada dalam Konvensi Internasional
Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, misalnya, hak untuk kepemilikan, hak
untuk memperoleh suaka, dan hak untuk menentukan kebangsaan (Burgenthal,
1990).
Pertanyaan yang relevan untuk
diajukan ialah, apa urgensi Deklarasi HAM Universal 1948 dengan Indonesia
kini?
Menyaksikan rentetan kejadian
pemboman yang memilukan, deklarasi ini jelas kian urgen dan relevan untuk
diaplikasikan di negeri ini. Serangkaian pemboman yang terjadi, dan
terakumulasi lewat tragedi Bali, semuanya menelan korban manusia dengan
cara amat keji. Orang-orang tak berdosa secara sistematis dibinasakan
hanya dengan satu motif, kebencian yang melampaui akal sehat, yang
dinapasi keyakinan yang bersifat absolut dan sewenang-wenang. Kejadian
demi kejadian itu adalah tragedi kemanusiaan yang meruntuhkan peradaban
manusia.
Ada baiknya bangsa ini kembali
merenungi pasal 1 Deklarasi HAM Universal 1948: "All human beings
are born free and equal in dignity and rights" (semua manusia
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama).
Artinya, tidak boleh ada seorang pun
di muka bumi yang mengklaim kebenaran untuk menafikan orang lain. Tidak
ada seorang pun dengan tujuan serta motif apa pun, dibolehkan merenggut
kemerdekaan, martabat, dan hak-hak orang lain. Paham absolutism, karena
itu, secara absolut, tidak mendapat tempat di mana pun.
Karena tiap orang lahir dengan
kemerdekaan, persamaan martabat dan hak, maka tiap orang yang mencoba
memarginalkan prinsip ini, otomatis seharusnya menjadi musuh manusia.
Dalam konteks ini, tindakan pengecut terorisme adalah kebiadaban yang
merontokkan peradaban manusia. Karena itu, terorism cannot be condoned,
but to be condemned. Di sini, patok-patok nasionalisme dengan sendirinya
didentangkan lonceng kematiannya.
Dr Hamid Awaludin, Anggota Komisi
Pemilihan Umum
URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0212/11/opini/43768.htm
|
|
|
|
|
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi
manusia diatur dalam pembukaan dan dalam batang tubuh. Pada pembukaan ada disebutkan
tentang hak kemerdekaan. Sedangkan pada batang tubuh diatur dalam Bab X tentang
Hak Asasi Manusia, sebagai berikut:
Pasal 28A
Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1) Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
(2) Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Selanjutnya, dalam Pasal 28I UUD 1945 disebutkan beberapa hak sebagai
berikut:
Pasal 28 I
(1) Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun.
(2) Setiap
orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa
pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
(3) Identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk
menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Sesuai Pasal 28I ayat (5), dibentuklah Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, perbuatan seorang
atau kelompok, termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja,
atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi
atau mencabut hak asasi manusia, baik seseorang atau kelompok yang dijamin oleh
undang-undang dimaksud akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran hak asasi yang demikian,
disebut pelanggaran hak asasi yang ringan. Lain halnya pelanggaran hak asasi
yang berat, seperti pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-wenang atau di luar
putusan pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan,
atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematik. Berdasarkan hal tersebut,
dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau suatu lembaga mandiri yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, atau mediasi hak
asasi manusia. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk mengembangkan kondisi
yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa, serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia. Demikian juga untuk tujuan meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.
Adapun ruang lingkup hak asasi manusia, sebagaimana
disebutkan Zainuddin Ali (2006:91-92), adalah sebagai berikut:
1) setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak
miliknya.
2) setiap orang
berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia
berada.
3) setiap orang
berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
4) setiap orang
tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan kehidupan pribadi
di dalam tempat kediamannya.
5) setiap orang
berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan komunikasi melalui sarana
elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan
lain yang sah sesuai dengan undang-undang.
6) setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam,
tidak manusiawi, penghilangan paksa, dan penghilangan nyawa.
7) setiap orang
tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang
secara sewenang-wenang.
8) setiap orang
berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan
tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi
manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup hak asasi
manusia tersebut, dapat dipahami bahwa di negara Republik Indonesia yang
berdasar atas hukum, amat menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Di dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun
1999-2004 halaman enam belas, diungkapkan bahwa peningkatan pemahaman dan
penyadaran, serta peningkatan perlindungan, penghormatan, dan penegakan hak
asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, dan penyelesaian berbagai proses
peradilan terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani
secara tuntas.
Salah satu hak yang diatur UU No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia adalah mengenai hak bebas atas perlakuan yang bersifat
diskriminatif. Dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa diskriminasi adalah
setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Hak Asasi Manusia (HAM),
yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri
manusia, harus menjadi akar dari negara, menghormati perbedaan, menerima
keanekaragaman, menerima hubungan, serta menghargai hubungan gender. Kondisi
yang diperlukan adalah negara harus konsisten terhadap konstitusi, hak-hak
dasar, persamaan lelaki dan perempuan, persamaan antara muslim dan non-muslim.
Penegakan hak asasi manusia ini merupakan hal penting
bagi negara Indonesia. Oleh karena itu, selain dimuat dalam UUD’45 dan
dijabarkan melalui UU. No. 39 Tahun 1999, juga dibentuk Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Keseriusan pemerintah menegakkan HAM ini juga dapat
diperhatikan dengan adanya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM ini merupakan pengadilan khusus yang berada
di lingkungan Peradilan Umum. Kedudukan Pengadilan HAM ini berada di daerah kabupaten
atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri
yang bersangkutan. Ruang lingkup kewenangan pengadilan Ham, menurut
UU No. 26 Tahun 2000 pasal 4-6, yaitu: Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak
asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara
Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia; dan Pengadilan HAM tidak
berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas)
tahun pada saat kejahatan dilakukan.
Peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di
Indonesia juga harus senantiasa mencerminkan perlindungan terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM), dengan kata lain tidak boleh bertentangan dengan HAM sebagaimana
yang telah diatur dalam konstitusi (UUD 1945), karena HAM ialah hak-hak yang
melekat pada manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia.
Konstitusi (UUD 1945) telah memberikan pengaturan tentang HAM sebagai
berikut:
a. Personal
Right (pasal 28 dan pasal 29)
b. Property
Right (pasal 33)
c. Right
of Legal Equality (pasal 27 ayat 1)
d. Political
Right (pasal 27 ayat 1 dan pasal 28)
e. Sosial
and Culture Right (pasal 31, pasal 32, pasal 34)
f. Procedural
Right (pasal 27 ayat 1)
Amandemen kedua UUD 1945 telah memberikan perubahan
terhadap pengaturan HAM di Indonesia. Kalau sebelum amandemen kedua pengaturan
HAM dalam UUD 1945 diatur secara terpisah, namun pasca amandemen kedua, UUD
1945 telah mengatur HAM secara lebih sistematis dalam satu bab, yaitu di dalam
pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD 1945. Pasal tersebut telah menjadi landasan
konstitusional bagi perlindungan HAM di Indonesia.
Pengertian HAM seperti yang dikemukakan oleh Jan
Matersondari (komisi hak asasi manusia PBB), dalam Ari Wibowo (2008:3), ialah
hak-hak yang melekat pada manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup
sebagai manusia. Menurut Burhanuddin Lopa, dalam Ari Wibowo (2008:3), pada
kalimat “mustahil dapat hidup sebagai manusia” hendaklah diartikan “mustahil
dapat hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab”. Alasan ditambahkan kata
“tanggung jawab” tersebut ialah disamping manusia memiliki hak, juga memiliki
tanggung jawab atas segala yang dilakukannya.
Dalam alinea kedua dari Declaration of
Independence of the united state of America yang dideklarasikan
oleh The Representative of The United State of Americadalam general
kongres assembly pada tanggal 4 Juli 1776 tertulis antara lain sebagai berikut
(Ari Wibowo, 2008:4):
“We hold these
truths to be self-evident, that all men are created equel; that there are
endowed by their creater with certain unalianable rights; that among these are
life, liberty ang the pursuit of happiness”
Kalau kita menyimak kutipan di atas, di antara berbagai
hak-hak dasar atau hak asasi manusia diantaranya yang disebut secara tegas
yakni persamaan hak, hak hidup, hak kebebasan dan hak mengejar atau mencari
kebahagiaan.
Macam-macam HAM menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 antara lain:
a. Hak
untuk hidup
b. Hak
mengembangkan diri
c. Hak
memperoleh keadilan
d. Hak
atas kebebasan pribadi
e. Hak
atas rasa aman
f. Hak
atas kesejahteraan
g. Hak
urut serta dalam pemerintahan
Franklin D. Rosevelt, dalam Ari Wibowo (2008:4), pada permulaan perang
dunia II merumuskan adanya empat hak, yaitu:
a. Freedom
of speech (Kebebasan untuk berbicara dan mengemukaan pendapat)
b. Freedom
of Religion (Kebebasan beragama)
c. Fredom
of Fear (Kebebasan dari ketakutan)
d. Freedom
of Want (Kebebasan dari kemelaratan)
Kemudian pada tahun 1946, Commition on Human
Right (PBB) menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan
sosial, disamping hak-hak politik. Penetapan ini dilanjutkan pada tahun 1948
dengan disusun pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia (Universal
Declaration of Human Right) pada tanggal 10 Desember 1948.
Dalam diskursus penegakkan HAM Internasional, ada
konvensi internasional tentang HAM yang menjadi panutan negara di dunia,
yaitu International Convenant on Civil and Political Right-ICCPR (Perjanjian
Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik) dan International
Convenant on Economic, Social, and Cultural Right-ICESCR (Konvenan
Internasional tentang Hak Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. ICCPR telah
diratifikasi oleh Indonesia dan dituangkan dalam Undang Undang No. 12 Tahun
2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political
Right, dan ICESCR juga telah diratifikasi oleh Indonesia dengan
Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International
Convenant on Economic, Social, and Cultural Right.
Konsep hak asasi manusia ini, menurut Ari Wibowo (2008:5)
memiliki dua dimensi (dimensi ganda), yaitu:
1) Dimensi
universalitas, yakni substansi hak-hak asasi manusia itu pada hakekatnya
bersifat umum dan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Hak asasi manusia akan
selalu dibutuhkan oleh siapa saja dan dalam aspek kebudayaan dimana pun itu
berada, entah itu dalam kebudayaan barat maupun timur. Dimensi hak asasi
manusia seperti ini pada hakekatnya akan selalu dibutuhkan dan menjadi sarana
bagi individu untuk mengekspresikan secara bebas dalam ikatan kehidupan
kemasyarakatan. Dengan kata lain hak asasi itu ada karena yang memiliki hak-hak
itu adalah manusia sebagai manusia.
2) Dimensi
kontekstualitas, yakni menyangkut penerapan hak asasi manusia bila ditinjau
dari tempat berlakunya hak-hak asasi manusia tersebut. Maksudnya adalah ide-ide
hak asasi manusia dapat diterapkan secara efektif, sepanjang “tempat” ide-ide
hak asasi manusia itu memberikan suasana kondusif untuk itu. Dengan kata lain
ide-ide hak asasi manusia akan dapat dipergunakan secara efektif dan menjadi
landasan etik dalam pergaulan manusia, jikalau struktur kehidupan masyarakat
entah itu di barat ataupun di timur sudah tidak memberikan tempat bagi
terjaminnya hak individu yang ada di dalamnya.
Dua dimensi inilah yang memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan ide-ide
hak asasi manusia di dalam komunitas kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh sebab itu dengan adanya dua dimensi ini, maka perdebatan mengenai
pelaksanaan ide-ide hak asasi manusia yang diletakkan dalam konteks budaya,
suku, ras maupun agama sudah tidak mempunyai tempat lagi atau tidak relevan
dengan wacana publik masyarakat modern.
DEMOKRASI
Demokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal
dari rakyat, baik secara langsung
(demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi
perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία
– (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos)
"rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk
pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada
tahun 508 SM. Istilah
demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan,
yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang
banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai
"pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan
tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan
pemerintahan. Melalui demokrasi,
keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi terbentuk menjadi suatu
sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin
menyuarakan pendapat mereka. Dengan
adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan
berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang
dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja. Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang
orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu.
Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan
negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan
membentuk masyarakat sosialis.
Bagi Gus Dur, landasan demokrasi
adalah keadilan, dalam arti
terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang
bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk
menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan
diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.
JENIS-JENIS PEMERINTAHAN DEMOKRASI DI DUNIA
Secara resmi, demokrasi sudah dijadikan dasar bagi kebanyakan
pemerintahan negara-negara di dunia. Namun dalam perwujudannya, terdapat
bermacam-macam jenis demokrasi menurut kondisi dalam negeri negara yang
bersangkutan. Jenis-jenis demokrasi yang ada di dunia saat ini adalah:
1.
Demokrasi
Presidentil.
Demokrasi presidetil disebut juga sebagai
demokrasi presidensial. Dalam demokrasi presidensial, orang-orang yang
menjalankan pemerintahan (para menteri dalam susunan kabinet presidensial)
bertanggungjawab kepada presiden karena yang memilih menteri-menteri itu adalah
presiden.
Negara yang menganut sistem demokrasi
presidensial antara lain negara Pakistan pada masa pemerintahan Presiden Ayub
Khan tahun 1960. Negara Indonesia sejak tahun 1966 hingga sekarang juga menjalankan
demokrasi presidentil.
2. Demokrasi Parlementer.
Dalam demokrasi parlementer, orang-orang yang
menjalankan pemerintahan (eksekutif) bertanggungjawab kepada parlemen dan
kekuasaan legislatif (DPR) berada di atas kekuasaan eksekutif. Para menteri kabinet
bertanggungjawab kepada badan legislatif. Kabinet harus mendapat kepercayaan
dari DPR dan DPR dapat memberikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
Negara yang menjalankan demokrasi parlementer
dalam pemerintahan mereka antara lain Belgia, Belanda, Perancis dan Indonesia
pada masa Demokrasi Liberal (tahun 1950 sampai 1959).
3. Demokrasi
dengan sistem pemisahan kekuasaan.
Sistem demokrasi dengan pemisahan kekuasaan
hampir sepenuhnya diterapkan di negara Amerika Serikat. Kekuasaan legislatif
dipegang oleh Kongres, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden, sedangkan
kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung.
Masing-masing badan berdiri sendiri dan terpisah
satu sama lain. Kekuasaan yang diberikan pada setiap badan dibatasi untuk
mencegah penumpukan kekuasaan. Antar lembaga negara bekerja dengan saling
mengawasi sehingga terjadi keseimbangan diantara lembaga legislatif, eksekutif
dan yudikatif.
4. Demokasi melalui referendum dan inisiatif rakyat.
Referendum adalah pemungutan suara rakyat
mengenai suatu rencana pemberlakukan undang-undang. Sistem demokrasi melalui
referendum ini berlaku di negara Swiss. Setiap wilayah administratif di Swiss
disebut sebagai kanton.
Kanton-kanton tersebut berbentuk republik yang
masing-masing kanton memiliki kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dalam praktek demokrasi di negara Swiss, tugas legislatif berada di bawah
pengawasan rakyat. Pengawasan oleh rakyat dilakukan melalui referendum.
Referendum dibagi menjadi dua, yaitu referendum obligator dan referendum fakultatif.
Referendum obligator atau referendum wajib
adalah pemungutan suara rakyat yang wajib dilakukan untuk suatu rencana
undang-undang dasar negara bagian atau undang-undang lain yang dianggap
penting. Sedangkan referendum fakultatif adalah pemungutan suara rakyat
mengenai rencana undang-undang yang tidak diharuskan, kecuali jika pada masa
tertentu setelah rencana undang-undang itu diumumkan sejumlah rakyat meminta
diadakan referendum kembali