Selasa, 12 Maret 2013

TULISAN


Nama  :  Mutia Handayani
NPM   : 35412173
Kelas   : 1ID01
Kasus Pelanggaran HAM Indonesia

Pertama, vonis hakim terhadap terdakwa Abilio sangat meragukan karena dalam Undang-Undang (UU) No 26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 37 (untuk dakwaan primer) disebutkan bahwa pelaku pelanggaran berat HAM hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan menurut pasal 40 (dakwaan subsider) hukuman minimalnya juga 10 tahun, sama dengan tuntutan jaksa. Padahal Majelis Hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio Soares.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFVryAT-1-XSh5s_mB7rzyGtqHKLNrAte6nVXXlW5Jf21ZFUb_GHIO834kOSCkNnGuaqNKNB72LYc0FzNdyaDvUd_eMfNfEcH2i0Hgh0FBwpUkkhvsFwfP2_izPRizm7wcLxiO37Blcu8/s200/Kasus+Pelanggaran+Hak+Asasi+Manusia.jpg

Bagi orang yang awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim ragu-ragu dalam mengeluarkan keputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat hukumannya minimal 10 tahun dan apabila terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala tuduhan.Kedua, publik dapat merasakan suatu perlakuan “diskriminatif” dengan keputusan terhadap terdakwa Abilio tersebut karena terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim dari anggota TNI dan Polri divonis bebas oleh hakim. Komentar atas itu justru datang dari Jose Ramos Horta, yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kemungkinan hanya rakyat Timor Timur yang akan dihukum di Indonesia yang mendukung berbagai aksi kekerasan selama jajak pendapat tahun 1999 dan yang mengakibatkan sekitar 1.000 tewas. Horta mengatakan, “Bagi saya bukan fair atau tidaknya keputusan tersebut. Saya hanya khawatir rakyat Timor Timur yang akan membayar semua dosa yang dilakukan oleh orang Indonesia”

1. PELANGGARAN HAM OLEH TNI
umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian hari berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang kekuasaan. Kasus Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, dimana perlawanan rakyat semakin keras.

2. KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU
Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah – daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat biasa).

Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota.

Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka – luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.

Semoga dengan adanya artikel kasus pelanggaran ham indonesia ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Terlebih kepada adik-adik untuk belajar dan mengerti bagaimana kasus pelanggaran ham itu terjadi.

Sumber                        : http://www.yoedha.com/2012/01/kasus-pelanggaran-hak-asasi-manusia.html

DEMOKRASI DI INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945, KONSTITUSI RIS 1949, DAN IMPLEMENTASINYA DARI MASA UUD 1945 (kurun waktu I) Sampai Sekarang 
  • Pengertian demokrasi pada waktu sekarang sudah dikenal dan dimengerti oleh kebanyakan orang yang hidup pada abad ke 20 sekalipun dalam pngertian yang sederhana.
  • Jika kita perhatikan lahirnya paham demokrasi adalah sebagai reaksi terhadap lahirnya kekuasaan yang sewenang-sewenang dan penguasa baik dari seorang Raja maupun yang lain.
  • Lahirnya paham demokrasi tersebut adalah untuk membatasi kekuasaan penguasa yang mutlak dan sewenang-wenang. Pembatasan tersebut dapat dengan Undang-undang Dasar atau hukum kebiasaan
  • Menurut Mirriam Budiardjo, bermacam-macam istilah demokrasi; demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi sosial, demokrasi nasional. Tetapi diantara sekian banyak aliran tersebut hanya ada dua kelompok yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan satu kelompok yang menamakan "demokrasi" tetapi pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas komunisme ( Mirriam Budiardjo, 1983:31).
  • Pada abad ke 19 atau permulaan abad ke 20 usaha-usaha untuk membatasi kekuasaan pemerintahan negara tersebut secara yuridis oleh para sarjana Eropa kontinental disebut dengan istilah rechsstaat (negara hukum), sedangkan oleh para sarjana Anglo Saxon disebut dengan istilah Rule Of Law, kemudian Friederich Julius Stahl menyatakan adanya empat unsur rechtsstaat dalam arti klasik, yaitu; hak-hak manusia, pemisahan atau sebagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (trias politica), pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan dan peradilan administrasi dalam perselisihan
  • Unsur-unsur Rule Of Law dalam arti klasik, seperti yang dikemukakan oleh AV Dicey meliputi; Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitracy) power) dalam arti bahwa seorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum, kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (squality before the law, Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh UUD) serta keputusan-keputusan Peradilan.
  • Implementasi demokrasi di Indonesia dari masa UUD 1945 kurun waktu I (18 Agustus 1945 sampai dengan sekarang) dapat dibedakan sebagai berikut:
a.       Pada masa UUD 1945 kurun waktu I (18 Agustus 1945-27 Desember 1949), dilaksanakan demokrasi dengan sistem pemerintahan presidensial mengalami perubahan dengan Maklumat Pemerintah 14 Nopember 1945 menjadi demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer;
b.      Pada masa Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950) dan UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959), dilaksanakan demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer/demokrasi liberal);
c.       Pada masa UUD 1945 kurun waktu II (5 Juli 1959-Sekarang), meliputi tiga masa, yaitu:
1.      Masa Orde Lama ( 5 Juli 1959-11 1966), dilaksanakan demokrasi terpimpin dengan pelbagai penyimpangan atau penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945
2.      Masa Orde Baru (11 Maret 1966-21 Mei 1998), dilaksanakan demokrasi Pancasila. Pada awal orde baru dalam rangka melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan atau penyelewengan terhadap pelaksanaan demokrasi terpimpin pada masa orde lama. Namun pada akhir kepimpinan Soeharto telah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan atau penyelengan terhadap pelaksanaan demokrasi Pancasila yang berakibat turunnya presiden hasil sidang Umum MPR Maret 1998 (Presiden Soeharto) yang melimpahkan weweangnya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie (presiden Baru) pada tanggal 21 Mei 1998.
Orde Reformasi (21 Mei-sekarang), demokrasi dalam proses atau demokratisasi yang oleh para ahli disebut demokrasi semu (pseudo democracy), demokrasi liberal yang belum terkonsolidasi (unconsolidated liberal democracy).
Sumber                        : http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn3301/demokrasi_di_indonesia_berdasark.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar