1. Pengertian
Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata
reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai
pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali
hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat. Reformasi juga di
artikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk
memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
2. Syarat-Syarat
Dilakukannya Reformasi
Untuk
melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
a. Adanya
suatu penyimpangan.
b. Berdasar
pada suatu kerangka struktural tertentu.
c. Gerakan
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi.
d. Reformasi
dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik
e. Reformasi
dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Tujuan Reformasi
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan perubahan
secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara;
2. Menata kembali seluruh
struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari
arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa;
3. Melakukan perbaikan di
segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan keamanan;
4. Menghapus dan
menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak
sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang
atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan yang lain.
4. Peranan
Pancasila sebagai paradigma reformasi
Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah
baik dari kinerja bangsa dan negara dimasa lampau, mengoreksi segala
kekurangannya,sambil merintis pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan.
Pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan
identifikasi, mana yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pancasila yang merupakan lima aksioma yang disarikan
dari kehidupan masyarakat Indonesia jelas akan mantap jika diwadahi dalam
sistem politik yang demokratis, yang dengan sendirinya menghormati kemajemukan
masyarakat Indonesia. Pemilihan umum, salah satu sarana demokrasi yang penting,
baru dipandang bebas apabila dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
Peranan Pancasila dalam era reformasi harus nampak
sebagai paradigma ketatanegaraan, artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau
pola pikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai Dasar Negara. Pancasila sebagai
landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa setiap gerak
langkah bangsa dan negara Indonesia haru selalu dilandasi oleh sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari
warga masyarakat, maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus
berdasarkan hukum yang jelas. Jadi hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila.
4.1 Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP
II Pelita ke tujuh ini, bangsa Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat,
sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi makin ambruk dan
menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua
instansi pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi
negara yang membuat rakyat semakin menderita.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai
sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara
digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua tindakan dan kebijakan
mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat
bertentangan dengan Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut
ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai
gerakan moral politik yang menuntut adanyaReformasi di segala
bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi
bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei
1998, yang kemudian digantikan oleh Prof. Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti
dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam pemerintahan Habibie,
melakukan reformasi secara menyeluruh terutama pengubahan pada 5 paket UU.
Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut
perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU
Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU
Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh, dan lain sebagainya
(Nopirin dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian, reformasi harus juga
diikuti reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada
pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami
reformasi yang dilakukan melalui Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus
dapat menjadikan para elit politik dan pelaku politik bersifat demokratis, yang
mau mendengar penderitaan masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan
benar.
a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia
telah salah mengartikan makna dari sebuah kata Reformasi, yang saat
ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan
tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat
masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada
akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban
yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi,
masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri,
agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki
makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau
menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau
bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat
(Riswanda dalam Kaelan, 1998).
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat
negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, namun ternyata
Pancasila tidak diletakkan pada kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama
pelaksanaan negara mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan
Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa orde baru,
Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak
mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi
harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan
ideologi negara Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan menyebabkan
hancurnya bangsa dan negara Indonesia.
5. Reformasi
dengan paradigma pancasila
Setiap sila
mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
a. Reformasi yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan
dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.
b.Reformasi yang berperikemanusiaan
yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi berlandaskan pada moral
kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat
dan martabat manusia
c. Reformasi yang berdasarkan
nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap tegaknya
negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d. Reformasi yang berakar pada
asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang
kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan
pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, gerakan reformasi
harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat.
6. Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan
tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan
karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan
tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.
Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling
mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah
peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system
yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk
hukum baik materi maupun penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari
nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem hukum nampaknya
tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku
hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.
a. Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Pancasila merupakan cita-cita hukum,
kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan
hukum positif di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum
terutama dalam kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila
harus merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Agar hukum berfungsi
sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui
agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang
dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila
harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi
konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatifnya Pancasila
menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu
sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan
kehilangan arti dan maknanya itu sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam
pengertian. Pertama, sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari
bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua, sumber material hukum, yaitu
suatu sumber hukum yang menentukan materi atau suatu isi suatu norma hukum.
Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia yang
tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang terkandung dalam Pancasila
reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris
yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang
dikehendakinya. Oleh karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain
Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan
sumber nilai, terdapat unsur pokook yang justru tidak kalah pentingnya yaitu
kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat.
b. Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional
dan konstitusional, sehingga reformasi hukum memiliki landasan dan tujuan yang
jelas. Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah banyak dilontarkan
beerbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat dilakukan dalam
perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk perlunya
amandemen atau kalau perlu perubahan secara menyeluruh terhadap pasal-pasal UUD
1945. Berdasarkan banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke arah adanya
amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945 bukannya perubahan secara menyeluruh
namun hendaklah dipahami secara obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan
seluruh UUD 1945 maka hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD
1945, karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah pembukaan dari UUD 1945 maka sama
halnya membubarkan negara Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di
Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang dalam
Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita hukum dan merupakan esensi dari
sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai
reformasi hukum adalah Tap No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai
sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada
nila-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
7. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan sumber nilai system politik Indonesia dalam
pembukaan UUD’45 alenia IV, jika dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini
menunjukkan bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam
kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan Orba tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan
masalah kekuasaan yang memang diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan
dua tugas pokok yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi
seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam
bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial budaya
serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus
sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara
sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang
apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita
alami selama ini.
8. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat
birokratik otoritarian. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya
mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang
kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari
itu perlu dilakukan langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi
ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila.
B. PANCASILA SEBAGAI KEHIDUPAN KAMPUS
1. Aktualisasi pancasila
Aktualisasi berasal dari kata aktual, yang berarti
betul-betul ada, terjadi, atau sesungguhnya, hakikatnya. Dimana pancasila
memang sudah jelas berdiri di Negara Indonesia sebagai dasar Negara dan
ideologi Negara. Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai
Pancasila benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga
negara mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa.
2. Tridarma Perguruan Tinggi
Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas
perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara
ilmiah yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi
Perlu diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai
institusi dalam masarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari
kepentingan masyarakat, melainkan senantiasa mengembangkan dan mengabdi kepada
masarakat. Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999, bahwa Perguruan Tinggi mempunyai 3
tugas pokok, yaitu:
a. Pendidikan
tinggi
b. Penelitian
c. Pengabdian
terhadap masyarakat
Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang biasa disebut
dengan kampus, tidak hanya mengajar akan tetapi mendidik. Dimana dengan didikan
tersebut mahasiswa akan lebih didampingi baik secara intelektual dan emosional.
Contoh umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam sehari-hari mereka
dengan berpedoman pada pancasila.
3. Budaya akademik
Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga
masyarakat yang mendukungnya. Budaya akademik merupakan nilai yang dilahirkan
oleh masyarakat akademik yang bersangkutan. Masyarakat akademik di manapun
berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh nilai budaya yang berkembang di
lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai budaya yang mendorong tumbuh
dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai kemajuan ilmu dan
teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai seni.
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam
masyarakat memiliki ciri khas tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat
lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki
wawasan luas. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa
mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan pokok dari aktivitas perguruan
tinggi.
4. Kampus Sebagai
Pengembangan Hukum Dan HAM
Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat, sekaligus merupakan tempat persemaian
dan perkembangan nilai-nilai luhur. Selain itu, Kampus merupakan wadah
perkembangan nilai-nilai moral, di mana seluruh warganya diharapkan menjunjung
tinggi sikap yang menjiwai moralitas yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila.
Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus
benar-benar mengamalkan budaya akademik. Masarakat kampus wajib senantiasa
bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, bertanggung jawab
terhadap masarakat bangsa dan negara, serta mengabdi pada kesejahteraan
kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masarakat kampus tidak boleh tercemar oleh
kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia.
5. Kampus
Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa Indonesia
melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak untuk
mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-
undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena
itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan masyarakat yang
demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok
untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang
hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis,
maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Sesuai dengan tatib hukum Indonesia dalam rangka
pengembangan hukum harus sesuai dengan tertib hukum Indonesia. Berdasarkan
tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif Indonesia, maka
falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan
hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000.
namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional,
adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai
pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus
bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yamh terkandung pada
harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia
(sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang
bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan
nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).
Selain itu, tidak kalah pentingnya dalam penyusunan
dan pengembangan hukum aspirasi dan realitas kehidupan masyarakat serta rakyat
adalah merupakan sumber materi dalam penyusunan dan pengembangan hukum.
6. Kampus Sebagai
Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
Dalam penegakan hak asasi manusia, mahasiswa harus
bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat
dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan
kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin
menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak
asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok
orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak
disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus
terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa kita mampu dalam
merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi
disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa
sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal
kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai
generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam
setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada siapapun.
C. Analisis Budaya Merokok di Kalangan
Mahasiswa
Budaya merokok dikalangan mahasiswa
sangatlah memprihatinkan melihat begitu banyaknya mahasiswa merokok di tempat
umum, bahkan ditempat yang terdapat display adanya peringatan larangan merokok.
Sebagai contoh terdapat display larangan merokok di area kampus tetapi
mahasiswa masih banyak melakukan merokok disekitaran kampus bahkan didepan
kelas, terdapat juga mahasiswa yang telah ditegur dosen untuk tidak merokok
tetapi masih dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran akan diri
sendiri terhadap larangan merokok, merokok sangat merugikan bagi diri
sendiri, maupun orang lain. Berbagai cara telah dilakukan pemerintan untuk mengurangi
tingkat merokok di Indonesia, seperti memberikan penyuluhan bahaya merokok,
memberikan kemasan berbahaya dengan berbagai macam penyakit merokok dikemasan
rokok, tetapi hal ini tetap belum dapat diatasi untuk mengurangi jumlah merokok
di Indonesia. Generasi muda melakukan budaya merokok, akankah Indonesia akan
memiliki generasi muda yang sehat dan cerdas untuk memajukan negara Indonesia
jika merokok menjadi salah satu budaya di indonesia. Sebagai generasi muda
terutama mahasiswa, marilah kira sama-sama menjaga kesehatan untuk kelangsungan
hidup diri sendiri maupun diri orang lain, sebagai generasi muda yang cerdas,
ber akhlak mulia dan memajukkan bangsa dengan menjauhi rokok, agar rokok tidak
menjadi salah satu budaya di Indonesia.