Rabu, 26 November 2014

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI


1. Pengertian Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat. Reformasi juga di artikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.

2. Syarat-Syarat Dilakukannya Reformasi
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
a.       Adanya suatu penyimpangan.
b.      Berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu.
c.       Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi.
d.      Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik
e.    Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

3.  Tujuan Reformasi
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1.  Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
2.  Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa;
3.  Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan;
4.  Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan yang lain.

4. Peranan  Pancasila sebagai paradigma reformasi
Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan negara dimasa lampau, mengoreksi segala kekurangannya,sambil merintis pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.

Pancasila yang merupakan lima aksioma yang disarikan dari kehidupan masyarakat Indonesia jelas akan mantap jika diwadahi dalam sistem politik yang demokratis, yang dengan sendirinya menghormati kemajemukan masyarakat Indonesia. Pemilihan umum, salah satu sarana demokrasi yang penting, baru dipandang bebas apabila dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Peranan Pancasila dalam era reformasi harus nampak sebagai paradigma ketatanegaraan, artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau pola pikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai Dasar Negara. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia haru selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat, maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum yang jelas. Jadi hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

4.1   Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini, bangsa Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi makin ambruk dan menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua instansi pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi negara yang membuat rakyat semakin menderita.

Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.

Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanyaReformasi di segala bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.

 Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Prof. Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam pemerintahan Habibie, melakukan reformasi secara menyeluruh terutama pengubahan pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan  UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh, dan lain sebagainya (Nopirin dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian, reformasi harus juga diikuti reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada pemerintahan.

Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.

a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila

Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.

Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).

b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi

Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya  bangsa dan negara Indonesia.

5. Reformasi dengan paradigma pancasila
Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
a. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.
b.Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia
c. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

6. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum 
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak adalah reformasi bidang hukum.

Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.

a. Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama dalam kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila harus merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.

Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya itu sendiri.

Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama, sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua, sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau suatu isi suatu norma hukum. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Oleh karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur pokook yang justru tidak kalah pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat.

b. Dasar Yuridis Reformasi Hukum

Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional, sehingga reformasi hukum memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah banyak dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara menyeluruh terhadap pasal-pasal UUD 1945. Berdasarkan banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke arah adanya amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945 bukannya perubahan secara menyeluruh namun hendaklah dipahami secara obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD 1945 maka hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya membubarkan negara Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang dalam Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita hukum dan merupakan esensi dari sila-sila Pancasila.

Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nila-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.

7. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik

Landasan sumber nilai system politik Indonesia dalam pembukaan UUD’45 alenia IV, jika dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini menunjukkan bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan Orba tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan yang memang diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini.

8. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi

Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

B. PANCASILA SEBAGAI  KEHIDUPAN KAMPUS

1.  Aktualisasi pancasila

Aktualisasi berasal dari kata aktual, yang berarti betul-betul ada, terjadi, atau sesungguhnya, hakikatnya. Dimana pancasila memang sudah jelas berdiri di Negara Indonesia sebagai dasar Negara dan ideologi Negara. Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa.

2. Tridarma Perguruan Tinggi

Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah  yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi

Perlu diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan senantiasa mengembangkan dan mengabdi kepada masarakat. Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999, bahwa Perguruan Tinggi mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:

a.       Pendidikan tinggi
b.      Penelitian
c.       Pengabdian terhadap masyarakat

Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang biasa disebut dengan kampus, tidak hanya mengajar akan tetapi mendidik. Dimana dengan didikan tersebut mahasiswa akan lebih didampingi baik secara intelektual dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.

3.  Budaya akademik

Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya. Budaya akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang bersangkutan. Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh nilai budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai budaya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai seni.

Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan luas. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan pokok dari aktivitas perguruan tinggi.

4.  Kampus Sebagai Pengembangan Hukum Dan HAM

Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, sekaligus merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai-nilai luhur. Selain itu, Kampus merupakan wadah perkembangan nilai-nilai moral, di mana seluruh warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang menjiwai moralitas yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila.

Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik. Masarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, bertanggung jawab terhadap masarakat bangsa dan negara, serta mengabdi pada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia.

5.  Kampus Sebagai Sumber Pengembangan Hukum

Dalam rangka bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak untuk mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang- undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.

Sesuai dengan tatib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus sesuai dengan tertib hukum Indonesia. Berdasarkan tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif Indonesia, maka falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000. namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yamh terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV),  dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).

Selain itu, tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan realitas kehidupan masyarakat serta rakyat adalah merupakan sumber materi dalam penyusunan dan pengembangan hukum.

6.  Kampus Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
   
Dalam penegakan hak asasi manusia, mahasiswa harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).

Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada siapapun.

C.        Analisis Budaya Merokok di Kalangan Mahasiswa
Budaya merokok dikalangan mahasiswa sangatlah memprihatinkan melihat begitu banyaknya mahasiswa merokok di tempat umum, bahkan ditempat yang terdapat display adanya peringatan larangan merokok. Sebagai contoh terdapat display larangan merokok di area kampus tetapi mahasiswa masih banyak melakukan merokok disekitaran kampus bahkan didepan kelas, terdapat juga mahasiswa yang telah ditegur dosen untuk tidak merokok tetapi masih dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran akan diri sendiri terhadap larangan merokok, merokok sangat merugikan bagi diri sendiri, maupun orang lain. Berbagai cara telah dilakukan pemerintan untuk mengurangi tingkat merokok di Indonesia, seperti memberikan penyuluhan bahaya merokok, memberikan kemasan berbahaya dengan berbagai macam penyakit merokok dikemasan rokok, tetapi hal ini tetap belum dapat diatasi untuk mengurangi jumlah merokok di Indonesia. Generasi muda melakukan budaya merokok, akankah Indonesia akan memiliki generasi muda yang sehat dan cerdas untuk memajukan negara Indonesia jika merokok menjadi salah satu budaya di indonesia. Sebagai generasi muda terutama mahasiswa, marilah kira sama-sama menjaga kesehatan untuk kelangsungan hidup diri sendiri maupun diri orang lain, sebagai generasi muda yang cerdas, ber akhlak mulia dan memajukkan bangsa dengan menjauhi rokok, agar rokok tidak menjadi salah satu budaya di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar