Rabu, 15 Oktober 2014

DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

MAKALAH
DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA









Disusun Oleh :


Nama                           : Mutia Handayani
NPM                           : 35412173
Kelas                           : 3 ID04






JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014

DAFTAR ISI



            Dafatr Isi………………………………………………………………..
1.1              Dinamika Aktulisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara…………….…..  3
1.2              Perubahan dan Keharuan……….……………………………………… 4
1.3              Dinamika Pelaksanaan UUD 1945…………………………………..… 6
1.4              Analisis Sidang DPR tentang PILKADA LAGSUNG……………….. 9
Daftar Pustaka……………………………………………………………
  


PEMBAHASAN



1.1               Dinamika Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara
            Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah masalah yang sederhana. Soedjati Djiwandono (1995: 2-3) mensinyalir, bahwa masih terdapat beberapa kekeliruan yang mendasar dalam cara orang memahami dan menghayati Negara Pancasila dalam berbagai seginya. Kiranya tidak tepat membuat “sakral” dan taboo berbagai konsep dan pengertian, seakan-akan sudah jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna, sehingga tidak boleh dipersoalkan lagi. Sikap seperti itu membuat berbagai konsep dan pengertian menjadi statik, kaku dan tidak berkembang, dan mengandung resiko ketinggalan zaman, meskipun mungkin benar bahwa beberapa prinsip dasar memang mempunyai nilai yang tetap dan abadi. Belum teraktualisasinya nilai dasar Pancasila secara konsisten dalam tataran praksis perlu terus menerus diadakan  perubahan, baik Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan. dalam arti konseptual maupun operasional. Banyak hal harus ditinjau kembali dan dikaji ulang. Beberapa mungkin perlu dirubah, beberapa lagi mungkin perlu dikembangkan lebih lanjut dan dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi mungkin perlu ditinggalkan.
    Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan. Hakikat pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain, pembaharuan mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila. Mengunakan pendekatan teori Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai pengada (realitas) mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan (dynamik). Potensi dalam pengertian ini adalah kemampuan real subjek (dalam hal ini Pancasila) untuk dapat berubah. Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip dengan teori A.N.Whitehead, setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk Pancasila) terkandung daya kemungkinan untuk berubah. Bukan kemungkinan murni logis atau kemungkinan objektif, seperti batu yang dapat dipindahkan atau pohon yang dapat dipotong. Bagi Whitehead, setiap satuan aktual sebagai realitas merupakan sumber daya untuk proses ke-menjadi-an yang selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada dasarnya setiap ketentuan hukum dan perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai aktualisasi nilai Pancasila (transformasi kategori tematis menjadi kategori imperatif), harus terbuka terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan dengan nilai dasar Pancasila.

1.2              Perubahan dan keharuan
Pembaharuan dan perubahan bukanlah melulu bersumber dari satu sisi saja, yaitu akibat yang timbul dari dalam, melainkan bisa terjadi karena pengaruh dari luar. Terjadinya proses perubahan (dinamika) dalam aktualisasi nilai Pancasila tidaklah semata-mata disebabkan kemampuan dari dalam (potensi) dari Pancasila itu sendiri, melainkan suatu peristiwa yang terkait atau berrelasi dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam menyerap atau menerima dan menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing). Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan negara mampu mengisolir diri dan menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga terhadap masalah ideologi.Dalam kaitan imi, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi komunikasi & transportasi ikut mendorong hubungan antar bangsa semakin erat dan luas. Kondisi ini di satu pihak akan menyadarkan bahwa kehidupan yang mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya dan dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. Ada semacam kearifan yang harus dipahami, bahwa dalam kehidupan dewasa ini, teknologi sebagai bagian budaya manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia secara menyeluruh. Dalam keadaan semacam ini, tidak mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan.Beberapa informasi dalam berbagai ragam bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu saja.Mengingkari dan tidak mau tahu “tawaran” atau pengaruh nilai-nilai asing merupakan kesesatan berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa ada eksistens yang bisa berdiri sendiri. Kesalahan berpiklir demikian oleh Whitehead disebut sebagai the fallacy of misplace concretness (Damardjati Supadjar, 1990: 68). Jika pengaruh itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang sesuai dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar.
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya di  masa mendatang. Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan internasional dan pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa ditawarkan dan berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain. Bahkan Soerjanto Poespowardojo (1989: 14) menjelaskan, bahwa dinamika yang ada pada aktualisasi Pancasila memungkinkan bahwa Pancasila juga tampil sebagai alternatif untuk melandasi tata kehidupan internasional, baik untuk memberikan orientasi kepada negara-negara berkembang pada khususnya, maupun mewarnai pola komunikasi antar negara pada umumnya.
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman  bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir.
    Substansi dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.

1.3               Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan   terhadap  Undang – Undang Dasar 1945, perubahan  (amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus 2000 sejumlah 10 pasal, sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10 November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang – Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena ada pasal – pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal 23 C.
1.            Strukrut Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi di Indonesia sebagaiman tertuang dalam UUD 1945 mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah “ Bhineka Tunggal Ika “. Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat.
Secara umum sistem pemerintahan yang demokratis mengandung unsur – unsur penting yaitu :
a.       Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b.      Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c.       Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga negara.
d.      Suatu sistem perwakilan.
e.       Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya supra struktur politik dan infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di Indonesia dibawah  sistem  UUD 1945   lembaga – lembaga   negara  atau  alat – alat perlengkapan negara adalah :
a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat
b.      Dewan Perwakilan Rakyat
c.       Presiden
d.      Mahkamah Agung
e.       Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur Politik. Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai berikut :
a.       Partai Politik
b.      Golongan Kepentingan (Interest Group)
c.       Golongan Penekan (Preassure Group)
d.      Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e.       Tokoh – tokoh Politik
2.                  Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang - Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
a.       Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4  ayat 1 UUD 1945)
b.      Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c.       Kekuasaan Yudikatif,   didelegasikan   kepada   Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d.      Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pengawas   Keuangan (BPK)   dan   Dewan    Perwakilan   Rakyat (DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A ayat  1.
e.       Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif, sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
1.4               Analisis Sidang DPR tentang PILKADA LAGSUNG
Jakarta- Gejolak penolakan secara luas seketika muncul pasca pengesahan UU Pilkada oleh DPR Jumat dini hari (26/9). Gelombang elemen masyarakat yang berancang-ancang mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya soal pilkada lewat DPRD, pun terus bermunculan. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) segera menyiapkan permohonan uji materi. Mereka menilai sistem pilkada lewat DPRD malah merusak demokrasi. ’’Kami pasti lakukan judicial review ke MK setelah tuntasnya administrasi UU tersebut,’’ tegas Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (26/9).
Dia menyatakan, pihaknya tidak sendirian mengajukan judicial reviewtersebut. Setidaknya 30 lembaga akan bergabung. ’’Saat ini demokrasi secara resmi mundur ke belakang. Rakyat kehilangan hak dasar mereka dalam pemilihan kepala daerah,’’ ujarnya. Pihak lain yang juga sudah bersiap-siap adalah advokat Andi Asrun. Rencananya, Senin (26/9) dia mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada. Senada dengan Titi, Andi juga menuturkan, pengembalian pilkada kepada DPRD sebagaimana diatur dalam UU Pilkada telah mengkhianati rakyat. Hak rakyat untuk memilih kepala daerah menjadi hilang. ’’Apalagi ini menyuburkan politik uang di DPRD. Karena itulah, UU tersebut harus digugat,’’ ungkapnya.
Soal legal standing-nya, dia menjelaskan, pihaknya mewakili 17 organisasi buruh harian, lembaga survei, dan sejumlah bupati. Banyak elemen masyarakat yang memang tidak setuju dengan pilkada tidak langsung. ’’Warga negara yang hak pilihnya dihilangkan tentu sudah memenuhi kedudukan hukum,’’ terangnya. Bukti apa saja yang akan dibawa ke MK? Dia menuturkan, pihaknya bakal membawa dokumen UU Pilkada, risalah rapat paripurna DPR, serta sejumlah pendapat ahli mengenai pilkada tidak langsung. ’’Saya yakin MK berpihak kepada rakyat,’’ tegasnya. Di bagian lain, saat dikonfirmasi, Ketua MK Hamdan Zoelva menuturkan, pihaknya akan memproses setiap undang-undang yang masuk ke MK. Untuk UU Pilkada tersebut, dia menyatakan tidak ada persiapan khusus karena hampir sama dengan perkara pengujian UU lainnya. ’’Sama semuanya kok,’’ ujarnya melalui pesan singkat. Sementara itu, atas munculnya gelombang penolakan di tengah publik tersebut, PDIP sudah menduga. Wakil Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, pihaknya sejak awal yakin bakal ada warga yang bergerak melawan pengesahan UU Pilkada. Karena itu, PDIP akan men-supportpenuh. ’’Masyarakat bergerak, kami bertugas mengorganisasi,’’ terangnya. Menurut dia, fenomena tersebut muncul karena rakyat merasa ada kekuatan kekuasaan yang berlebihan dan ingin melupakan mereka. ’’Tentu yang seperti itu akan berhadapan dengan rakyat,’’ tegasnya di Rumah Transisi.
Deputi Tim Transisi itu juga menyayangkan sikap Partai Demokrat yang memutuskan walk out dalam pengambilan keputusan penting seperti itu. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru pergi ke luar negeri saat bangsanya mengalami perubahan sejarah yang begitu penting. ’’Yang jelas, apa yang terjadi tadi malam tidak menyurutkan langkah PDIP,’’ ujarnya. Dalam pengambilan keputusan RUU pilkada, keputusan walkout Partai Demokrat itulah yang kemudian memastikan kemenangan kubu pengusung pilkada lewat DPRD. Meski mengajukan 10 syarat yang harus masuk tanpa terkecuali dalam undang-undang, partai besutan SBY tersebut termasuk mendukung pilkada langsung.
Wapres terpilih Jusuf Kalla juga termasuk yang sangat menyayangkan pengesahan pilkada tidak langsung tersebut. Lebih-lebih soal walkoutPartai Demokrat. ’’Biar masyarakat yang menilai sikap seperti itu,’’ katanya. Lalu, apakah Partai Demokrat akan diterima jika ingin bergabung dengan kubu Jokowi-JK? Dia tidak menjawab dengan jelas. Menurut JK, pihaknya tentu akan melihat sesuai dengan kondisi. ’’Saya kira akan berbeda lah,’’ ujarnya. Sementara itu, pihak pendukung pilkada oleh DPRD yakin penolakan terhadap UU Pilkada hanya berasal dari segelintir kelompok masyarakat. Terutama dari pihak-pihak yang kepentingannya terganggu atas adanya UU tersebut. Sekjen DPP PPP M. Romahurmuziy mencontohkan, salah satu pihak yang dirugikan adalah para konsultan politik dan lembaga survei. ’’Mereka akan mengalami kiamat sugro atau kiamat kecil,’’ ungkapnya. Dia menambahkan, demokrasi prosedural melalui survei politik tidak akan lagi bisa dilakukan. Selama ini, beber dia, lembaga survei sering bermain-main dengan popularitas dan elektabilitas kandidat calon. Karena itu, calon yang benar-benar memiliki kapasitas dan integritas serta aspek lainnya yang dibutuhkan sebagai pemimpin sejati akhirnya kalah oleh faktor popularitas dan elektabilitas tersebut. ’’Kami yakin publik akan mendukung, meski juga tidak menafikan bahwa ada yang belum setuju. Tapi, itu nanti terjawab oleh waktu,’’ tegasnya.



DAFTAR PUSTAKA

emil.staff.gunadarma.ac.id
eprints.undip.ac.id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar