MAKALAH
DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI
DASAR NEGARA
Disusun Oleh :
Nama :
Mutia Handayani
NPM :
35412173
Kelas :
3 ID04
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
DAFTAR ISI
Dafatr
Isi………………………………………………………………..
1.1
Dinamika Aktulisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara…………….….. 3
1.2
Perubahan dan Keharuan……….……………………………………… 4
1.3
Dinamika Pelaksanaan UUD 1945…………………………………..… 6
1.4
Analisis Sidang DPR tentang PILKADA LAGSUNG……………….. 9
Daftar
Pustaka……………………………………………………………
PEMBAHASAN
1.1
Dinamika
Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Masalah aktualisasi
nilai-nilai dasar ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis kemasyarakatan
dan kenegaraan bukanlah masalah yang sederhana. Soedjati Djiwandono (1995: 2-3)
mensinyalir, bahwa masih terdapat beberapa kekeliruan yang mendasar dalam cara
orang memahami dan menghayati Negara Pancasila dalam berbagai seginya. Kiranya
tidak tepat membuat “sakral” dan taboo berbagai konsep dan pengertian,
seakan-akan sudah jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna, sehingga
tidak boleh dipersoalkan lagi. Sikap seperti itu membuat berbagai konsep dan
pengertian menjadi statik, kaku dan tidak berkembang, dan mengandung resiko
ketinggalan zaman, meskipun mungkin benar bahwa beberapa prinsip dasar memang
mempunyai nilai yang tetap dan abadi. Belum teraktualisasinya nilai dasar
Pancasila secara konsisten dalam tataran praksis perlu terus menerus
diadakan perubahan, baik Operasionalisasi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah
diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat
futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan
nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan. dalam arti konseptual
maupun operasional. Banyak hal harus ditinjau kembali dan dikaji ulang.
Beberapa mungkin perlu dirubah, beberapa lagi mungkin perlu dikembangkan lebih
lanjut dan dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi mungkin perlu
ditinggalkan.
Aktualisasi
nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan. Hakikat pembaharuan
adalah perbaikan dari dalam dan melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain,
pembaharuan mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila.
Mengunakan pendekatan teori Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai
pengada (realitas) mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan (dynamik).
Potensi dalam pengertian ini adalah kemampuan real subjek (dalam hal ini
Pancasila) untuk dapat berubah. Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip
dengan teori A.N.Whitehead, setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk
Pancasila) terkandung daya kemungkinan untuk berubah. Bukan kemungkinan murni
logis atau kemungkinan objektif, seperti batu yang dapat dipindahkan atau pohon
yang dapat dipotong. Bagi Whitehead, setiap satuan aktual sebagai realitas
merupakan sumber daya untuk proses ke-menjadi-an yang selanjutnya. Jika
dikaitkan dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada dasarnya setiap
ketentuan hukum dan perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai
aktualisasi nilai Pancasila (transformasi kategori tematis menjadi kategori
imperatif), harus terbuka terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian
tentang keterkaitan dengan nilai dasar Pancasila.
1.2
Perubahan
dan keharuan
Pembaharuan dan perubahan bukanlah melulu bersumber dari
satu sisi saja, yaitu akibat yang timbul dari dalam, melainkan bisa terjadi
karena pengaruh dari luar. Terjadinya proses perubahan (dinamika) dalam
aktualisasi nilai Pancasila tidaklah semata-mata disebabkan kemampuan dari
dalam (potensi) dari Pancasila itu sendiri, melainkan suatu peristiwa yang
terkait atau berrelasi dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi
Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam menyerap atau menerima dan
menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing).
Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi
nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah
empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000,
2001, dan tahun 2002.
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi,
khususnya teknologi komunikasi, terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang
begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan negara mampu mengisolir diri dan menutup
rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga terhadap masalah ideologi.Dalam
kaitan imi, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12) menyatakan, bahwa pergeseran dan
perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh
kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. Kemajuan di
bidang ilmu dan teknologi komunikasi & transportasi ikut mendorong hubungan
antar bangsa semakin erat dan luas. Kondisi ini di satu pihak akan menyadarkan
bahwa kehidupan yang mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya
dan dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. Ada semacam kearifan yang harus
dipahami, bahwa dalam kehidupan dewasa ini, teknologi sebagai bagian budaya
manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia secara menyeluruh. Dalam
keadaan semacam ini, tidak mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang
tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan.Beberapa informasi dalam
berbagai ragam bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu
saja.Mengingkari dan tidak mau tahu “tawaran” atau pengaruh nilai-nilai asing
merupakan kesesatan berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa ada eksistens yang bisa berdiri sendiri.
Kesalahan berpiklir demikian oleh Whitehead disebut sebagai the fallacy of misplace concretness (Damardjati
Supadjar, 1990: 68). Jika pengaruh itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang
sesuai dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang kritis terutama
terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar.
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya
refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai,
dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup
bangsa bagi kelestarian hidupnya di masa
mendatang. Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar
tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan internasional dan
pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila yang menyerap atau dipengaruhi
oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa ditawarkan dan
berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain. Bahkan
Soerjanto Poespowardojo (1989: 14) menjelaskan, bahwa dinamika yang ada pada
aktualisasi Pancasila memungkinkan bahwa Pancasila juga tampil sebagai
alternatif untuk melandasi tata kehidupan internasional, baik untuk memberikan
orientasi kepada negara-negara berkembang pada khususnya, maupun mewarnai pola
komunikasi antar negara pada umumnya.
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu
keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan
pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan
dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas
warga masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain
pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir.
Substansi dari
adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis
adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan
nilai Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi,
relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang
berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan
penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan
penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan
dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan
kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.
1.3
Dinamika
Pelaksanaan UUD 1945
Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan
teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan yang
mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap Undang – Undang Dasar 1945, perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang
dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua
pada tanggal 18 Agustus 2000 sejumlah 10 pasal, sedangkan amandemen ketiga pada
tanggal 10 November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal
10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan
Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang – Undang Dasar
1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya
melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena ada pasal –
pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal 23 C.
1.
Strukrut Pemerintahan
Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi
di Indonesia sebagaiman tertuang dalam UUD 1945 mengakui adanya kebebasan dan
persamaan hak juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia
adalah “ Bhineka Tunggal Ika “.
Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat.
Secara
umum sistem pemerintahan yang demokratis mengandung unsur – unsur penting yaitu
:
a.
Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan
politik.
b.
Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c.
Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui
dan dipakai oleh warga negara.
d.
Suatu sistem perwakilan.
e.
Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Oleh
karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, selalu
menemukan adanya supra struktur politik dan infra struktur politik sebagai
pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur politik meliputi lembaga
legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di Indonesia dibawah sistem
UUD 1945 lembaga – lembaga negara
atau alat – alat perlengkapan
negara adalah :
a.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
b.
Dewan Perwakilan Rakyat
c.
Presiden
d.
Mahkamah Agung
e.
Badan Pemeriksa Keuangan
Alat
perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur Politik.
Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai
berikut :
a.
Partai Politik
b.
Golongan Kepentingan (Interest Group)
c.
Golongan Penekan (Preassure Group)
d.
Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e.
Tokoh – tokoh Politik
2.
Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan menurut Undang - Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang –
Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
a.
Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden
(Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b.
Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan
DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c.
Kekuasaan Yudikatif,
didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d.
Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan
kepada Badan Pengawas Keuangan
(BPK) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), hal ini
dimuat pada pasal 20 A ayat 1.
e.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan
Konsultatif, sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan
Pertimbangan Agung (DPA)
1.4
Analisis
Sidang DPR tentang PILKADA LAGSUNG
Jakarta- Gejolak penolakan secara luas
seketika muncul pasca pengesahan UU Pilkada oleh DPR Jumat dini hari (26/9).
Gelombang elemen masyarakat yang berancang-ancang mengajukan gugatan uji materi
(judicial review) ke Mahkamah Konstitusi
(MK), khususnya soal pilkada lewat DPRD, pun terus bermunculan. Kelompok
masyarakat yang tergabung dalam Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem) segera menyiapkan permohonan uji materi. Mereka menilai sistem
pilkada lewat DPRD malah merusak demokrasi. ’’Kami pasti lakukan judicial
review ke MK setelah
tuntasnya administrasi UU tersebut,’’ tegas Direktur Eksekutif Perludem Titi
Anggraini (26/9).
Dia menyatakan, pihaknya
tidak sendirian mengajukan judicial reviewtersebut. Setidaknya 30
lembaga akan bergabung. ’’Saat ini demokrasi secara resmi mundur ke belakang.
Rakyat kehilangan hak dasar mereka dalam pemilihan kepala daerah,’’ ujarnya. Pihak
lain yang juga sudah bersiap-siap adalah advokat Andi Asrun. Rencananya, Senin
(26/9) dia mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada. Senada dengan Titi, Andi
juga menuturkan, pengembalian pilkada kepada DPRD sebagaimana diatur dalam UU
Pilkada telah mengkhianati rakyat. Hak rakyat untuk memilih kepala daerah
menjadi hilang. ’’Apalagi ini menyuburkan politik uang di DPRD. Karena itulah,
UU tersebut harus digugat,’’ ungkapnya.
Soal legal
standing-nya, dia menjelaskan, pihaknya mewakili 17 organisasi buruh
harian, lembaga survei, dan sejumlah bupati. Banyak elemen masyarakat yang
memang tidak setuju dengan pilkada tidak langsung. ’’Warga negara yang hak
pilihnya dihilangkan tentu sudah memenuhi kedudukan hukum,’’ terangnya. Bukti
apa saja yang akan dibawa ke MK? Dia menuturkan, pihaknya bakal membawa dokumen
UU Pilkada, risalah rapat paripurna DPR, serta sejumlah pendapat ahli mengenai
pilkada tidak langsung. ’’Saya yakin MK berpihak kepada rakyat,’’ tegasnya. Di
bagian lain, saat dikonfirmasi, Ketua MK Hamdan Zoelva menuturkan, pihaknya
akan memproses setiap undang-undang yang masuk ke MK. Untuk UU Pilkada tersebut,
dia menyatakan tidak ada persiapan khusus karena hampir sama dengan perkara
pengujian UU lainnya. ’’Sama semuanya kok,’’ ujarnya melalui pesan singkat. Sementara
itu, atas munculnya gelombang penolakan di tengah publik tersebut, PDIP sudah
menduga. Wakil Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, pihaknya sejak
awal yakin bakal ada warga yang bergerak melawan pengesahan UU Pilkada. Karena
itu, PDIP akan men-supportpenuh.
’’Masyarakat bergerak, kami bertugas mengorganisasi,’’ terangnya. Menurut dia, fenomena
tersebut muncul karena rakyat merasa ada kekuatan kekuasaan yang berlebihan dan
ingin melupakan mereka. ’’Tentu yang seperti itu akan berhadapan dengan
rakyat,’’ tegasnya di Rumah Transisi.
Deputi Tim Transisi itu
juga menyayangkan sikap Partai Demokrat yang memutuskan walk
out dalam pengambilan
keputusan penting seperti itu. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
justru pergi ke luar negeri saat bangsanya mengalami perubahan sejarah yang
begitu penting. ’’Yang jelas, apa yang terjadi tadi malam tidak menyurutkan
langkah PDIP,’’ ujarnya. Dalam pengambilan keputusan RUU pilkada, keputusan walkout Partai Demokrat itulah yang kemudian
memastikan kemenangan kubu pengusung pilkada lewat DPRD. Meski mengajukan 10
syarat yang harus masuk tanpa terkecuali dalam undang-undang, partai besutan
SBY tersebut termasuk mendukung pilkada langsung.
Wapres terpilih Jusuf
Kalla juga termasuk yang sangat menyayangkan pengesahan pilkada tidak langsung
tersebut. Lebih-lebih soal walkoutPartai Demokrat. ’’Biar masyarakat
yang menilai sikap seperti itu,’’ katanya. Lalu, apakah Partai Demokrat akan
diterima jika ingin bergabung dengan kubu Jokowi-JK? Dia tidak menjawab dengan
jelas. Menurut JK, pihaknya tentu akan melihat sesuai dengan kondisi. ’’Saya
kira akan berbeda lah,’’ ujarnya. Sementara itu, pihak
pendukung pilkada oleh DPRD yakin penolakan terhadap UU Pilkada hanya berasal
dari segelintir kelompok masyarakat. Terutama dari pihak-pihak yang
kepentingannya terganggu atas adanya UU tersebut. Sekjen DPP PPP M.
Romahurmuziy mencontohkan, salah satu pihak yang dirugikan adalah para
konsultan politik dan lembaga survei. ’’Mereka akan mengalami kiamat sugro atau kiamat kecil,’’ ungkapnya. Dia
menambahkan, demokrasi prosedural melalui survei politik tidak akan lagi bisa
dilakukan. Selama ini, beber dia, lembaga survei sering bermain-main dengan
popularitas dan elektabilitas kandidat calon. Karena itu, calon yang
benar-benar memiliki kapasitas dan integritas serta aspek lainnya yang
dibutuhkan sebagai pemimpin sejati akhirnya kalah oleh faktor popularitas dan
elektabilitas tersebut. ’’Kami yakin publik akan mendukung, meski juga tidak
menafikan bahwa ada yang belum setuju. Tapi, itu nanti terjawab oleh waktu,’’
tegasnya.
DAFTAR PUSTAKA
emil.staff.gunadarma.ac.id
eprints.undip.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar